Biografi Tokoh-Kisah Putra Kepala Kali Mburaka, Yoseph Yanawo Yolmen, S.pd, M.Si, MRSC

Selasa, 15 Juni 2021 01:18:45 | By Update Berita
Array

“Yoseph kalau engkau tidak sekolah dengan baik engkau tidak akan pernah naik Pesawat. Tetapi kalau engkau sekolah dengan baik, engkau akan naik pesawat dan menjadi seorang pemimpin dan orang lain yang akan mengangkat barang-barang mu sebuah petikan pesan dari mama tua, Margaretha Erepeibe Moiwend saat saya saya tidak mau pergi ke sekolah.

Pada Hari Jumat, 25 Augustus 1972, jam 04:30 am lahir di Kampung Nggalum (Woboyu) seorang anak laki-laki, Yoseph Yanawo Yolmen anak bungsu dari 7 bersaudara pasangan Hubertus Waito Yolmen dan Ibu Paulina Gago Moiwend dari kampung Kwemsid dan Welbuti Kepala Kali Mburaka sedangakan ibunya berasal dari kampung Bibikem. Kemauan dan tekat yang didorong oleh petikan pesan dari mama tua membuatnya, menjadi anak yang pintar diangkatannya. ia sering diminta untuk membantu mengajari teman-temannya yang belum bisa membaca, menulis dan matematika.

Dengan kemauan belajarnya ia menamatkan sekolah di SD YPPK Yohanes Don Bosco Nggalum (Woboyu) hingga kelas 3 SD dan setelah naik kelas empat saya harus melanjutkan Pendidikan ke Kota Merauke. karena di SD YPPK Don Bosco Nggalum hanya tersedia hingga kelas 3 SD, dimana pada waktu itu hanya diajarkan oleh seorang guru yang merangkap sebagai Kepala Sekolah dan guru bidang studi, dan guru yang mengajarkan baca dan menulis adalah Bapak Rafael Upawo Gebze.

Berkat bimbingan dan pengajaran dari Bapak Guru Rafael, ia bisa melanjutkan Pendidikan ke SD INSPRES POLDER Merauke. Pada bulan juni 1982 ia bersama kaka lukas Yolmen dan bapak guru Rafael melakukan perjalanan ke kota merauke. Dalam perjalanan menyusuri pesisir pantai dari sungai Mburaka melewati kampung-kampung sepanjang pesisi, hingga tiba di kali Bian. Banyak suka duka yang mereka alami dalam perjalanan. Dimana mereka harus menunggu orang yang akan menyeberangkan mereka selama 3 hari, dan saat itu mereka kehabisan air dan harus meminum air garam.

Setiba di kota Merauke ia tinggal bersama dengan Kaka Theodorus Wipu Kahol dan Mama Maria di Mangga Dua. Setelah itu ia masuk ke SD Inpres Polder yang saat itu kepala sekolahnya, Bapak Simon Resubun. Beliau mewawancarainya mengenai pelajaran-pelajaran yang sudah ia terima sewaktu sekolah SD YPPK Yohanes Don Bosco Nggalum (Woboyu). Dari hasil wawancara akhirnya, ia diterima di SD Inpres Polder pada tahun ajaran 1982/1983, di kelas 3A dan wali kelas saat itu Ibu Tin. Dalam perjalanan pendidikan ia, mendapat Prestasi sebagai siswa teladan dan juga mendapatkan Beasiswa per Bulan sebesar Rp 15,000,- dan  terima setiap 3 bulan sekali. Selain itu dari DINAS SOSIAL ia juga diberikan bantuan berupa paket Sembako, yang terdiri dari: Susu Kental Manis, Gula, Kacang Hijau, dan juga Pakaian Seragam untuk sekolah.

Setalah menamatkan pendidikan di SD Inpres Polder pada tahun 1986 dan melanjutkan ke SMP Negeri 2 Merauke. Singkat cerita perjalanan menuju ke SMP Negeri 2 pada waktu belum beraspal dan banyak kenangan bersama teman-temannya pada waktu itu, Yoseph Hillarius Ulukyanan, Basri Irianto, Ali Akbar, Jufri, Pading dan Elyas Siki. Mereka sering berjalan kaki setiap hari dan kadang harus kembali lagi untuk mengikuti les dan ekstra kurikuler. Dilain kesempatan kadang-kadang mereka naiki satu sepeda tiga orang dan itu membuat mereka bersemangat untuk ke sekolah. Di SMP Negeri 2 ia mendapatkan predikat sebagai siswa teladan sehingga bebas tidak membayar SPP dan juga mendapatkan Beasiswa sebesar Rp 25,000,- dan Beasiswa yang diterima setiap 3 bulan sekali, hingga ia lulus dari SMP Negeri 2 Merauke pada tahun 1989.

Untuk melanjutkan ke SMA Yohanes XXIII Merauke ia harus mengikuti tes penempatan kelas, Kepala sekolah saat itu bapak V Sugiharjo. Tes penempatan yang dilakukan untuk menempatkan calon siswa/i bedasarkan rangking kelasnya, dan saat itu, ia diterima di kelas 1 A dan ketika naik di kelas II, ia mendapat jurusan IPA Biologi (A2). Selama pendidikan di SMA Yohanes XXII, ia mendapatkan kesempatan untuk memperoleh beasisiwa dari pemerintah propinsi Irian Jaya yang sekarang menjadi Propinsi Papua. kesempatan itu, didapat bersama kedua temanya, Ester Rettob dan Ronal Nusy, walaupun saat pengumuman hasil tertulis dan wawancara ia belum beruntung untuk mendapatkan. Alhasil dari proses yang panjang itu, ia diterima di Universitas Cendrawasi, Jurusan Kimia tanpa melalui tes akademik.   

sehingga, untuk pertama kalinya ia teringat pesan mama tua saya,“engkau akan Naik Pesawat” dan hal itu terjadi dimana untuk melanjutkan pendidikan Stara Satu. ia naik pesawat Merpati Nusantara untuk pertama kalinya ke Jayapura. Sesampai di jayapura ia tinggal di Asrama Mahasiswa Merauke (MARO) di padang bulan Abepura, dan seminggu kemudian ia pindah ke Asrama Mahasiswa Tauboria. Semasa kuliah ia diberikan kepercayaan dan tanggungjawab oleh Pastor Direktur Asrama Tauboria, P. Jacques Catteuw, CICM untuk mengelolah dan mendistribusikan beasiswa dari ke empat keuskupan di Papua, yaitu Keuskupan Agung Merauke, Keuskupan Agats, Keuskupan Jayapura, dan Keuskupan Sorong. Disamping itu juga berkat kerja keras dan kemauan yang tinggi ia mendapatkan beasiswa dari PT. Freeport Indonesia hingga lulus kuliah di Universitas Cenderawasi.

Dibulan Ferbuari 1998 ia diberi kesempatan untuk melanjutkan pendidikan S-2 di Universitas Gahja Mada (UGM) Yogyakarta pada bulan juli 1998. Perjalanan ke Jogjakarta ia tempuh dengan menggunakan kapal laut dari Jayapura ke Jakarta selama satu minggu dan dilanjutkan dengan menggunakan Bis antara Propinsi ke Jogjakarta. Untuk melanjutkan pendidikan S2, rupanya ada tes yang harus dilakukan yaitu Matrikulasi selama 1 Tahun dari Juli 1998 – Juni 1999. Hal ini dilakukan bagi mereka yang bukan alumi UGM, dan didalam angkatannya ada 8 orang yang melakukan Matrikulasi. Selama di jogja ada kenangan yang tidak bisa ia lupakan yaitu tentang biaya hidup. Karena keuskupan agung Merauke saat itu, hanya membiayai pendidikan saya saja. Sedangkan untuk keperluan hidup sehari-hari ia harus mencarinya sendiri. Suka duka ini ia jalani selama 6 bulan. Dimana ia harus bisa beradaptasi dengan rutinitas perkuliahan dan kehidupan yang jauh dari keluarga. Kadang – kadang untuk menghilangkan rasa lapar, ia harus mengganjal dengan dengan kejawas (jambu Bol) yang ada disekitar halaman tempat tinggalnya. Disamping itu juga ia tidak memiliki tas sehingga untuk membukus buku-bukunya saat pergi ke kampus hanya dengan tas kresek hitam tuturnya mengenang 6 bulan pertama ketika menempuh pendidikan S-2 di Jogjakarta.

Singkat cerita 6 bulan pun berlalu dan ia mendapatkan bantuan dari bapak Max Mahuze, yang pada saat itu menjabat sebagai direktur YAPSEL. Pertemuannya dengan bapak Max Mahuze, diprakasai oleh bapak Romanus Mbaraka yang saat itu sedang menempuh pendidikan Magisternya di ITB. Melalui informasi itu, bapak Max Mahuze yang sedang mengikuti kegiatan di Bogor langsung menyempatkan waktunya, untuk bertemu dengannya di Jogjakarta. Setelah pertemuan itu, bapak max Mahuze menyampaikan bahwa seluruh biaya hidupnya selama kuliah di Jogja akan ditanggung YAPSEL. Mendengar bantuan biaya hidup iapun yang diberikan memotivasinya untuk menyelesaikan pendidikan Magisternya hanya dalam jangka waktu 1 tahun 8 bulan.

 Setelah lulus dari UGM, September tahu 2001 dan seluruh hasil laporan pendidikan Magistenya, ia kirim ke Keuskupan Agung Merauke dan YAPSEL sebagai laporan pertanggungjawaban atas bantuan biaya perkuliahan dan biaya hidup yang diberikan selama kuliah di Jogjakarta. Pada tahun yang sama Ia kembali ke Jayapura untuk bertugas sebagai dosen di Universitas Cendrawasi dan mengajar beberapa mata kuliah. Pada tahun 2002 bulan Oktober ia mendapat telpon dari HRD PT. Freeport Indonesia untuk melakukan Interview sebagai calon Karyawan di PT. Freeport Indonesia di Tembagapura – Timika. Setelah selesai interview selang satu minggu ia mendapatkan informasi dari pihak HRD PT. Freeport bahwa ia diterima untuk bekerja di perusahan raksasa milik Mc Moran yang beroperasi di Papua. Selanjutnya ia melakukan MCU dan setelah hasil MCU dinyatakan SEHAT ia berangkat ke Tembagapura untuk bekerja. Diawal bergabungnya bersama PT. Freeport Indonesia dia ditempatkan sebagai Karyawan Permanent di DIVISI CONCENTRATING – LABORATORIUM PT.Freeport Indonesia dengan posisi sebagai Supervisor (Foreman). ia bekerja di PT. Freeport Indonesia selama ± 5 tahun, dan banyak hal yang ia belajar di PT. Freeport Indonesia, terutama masalah Leadership, communication interpersonal, dan Managerial (semua tugas dan tanggungjawab dikerjakan dan diselesaikan sesuai timeline yang ditetapkan). Sebagai seorang Supervisor ia harus mampu bekerja satu tim yang terdiri dari 30 orang, dengan berbagai macam latar belakang Pendidikan, budaya, culture dan behavior. Sebagai seorang Supervisor (asli Papua – Merauke) ia harus bersaing dan berkompetisi dengan rekan-rekan dari luar Papua yang sudah punya segudang pengalaman yang jauh darinya, akan tetapi berkat kerja keras, commitment, consistency, dan memiliki skill Managerial yang baik, maka ia bisa berhasil membuat tim nya sebagai role model karena banyak prestasi yang dicapai. ia bekerja di PT. Freeport Indonesia dari October 2002 hingga Januari 2007, dan selanjutnya ia mendapatkan tantangan baru untuk bergabung dengan perusahaan Minyak dan Gas dari Inggris yang beroperasi di beroperasi Tangguh – Teluk Bintuni – Papua – indonesia. ia bergabung dengan BP Berau, Ltd , sejak 26 Februari 2007 hingga saat ini. Selama ia bergabung dengan perusahaan Minyak dan Gas sebagai salah satu Perusahaan Multi National (global) ia banyak mendapat kesempatan untuk belajar baik di dalam maupun di luar Negeri, termasuk dengan mengikuti berbagai macam kesempatan Certification untuk meningkatkan Confidential Competency sebagai seorang Production Chemist. Sebagai anak Marind Anim Ha ia bangga bisa mendapatkan kesempatan unik seperti itu, dan dengan segala tantangan di dunia MIGAS membuatnya makin yakin bahwa sebagai orang Papua – Merauke yang datang dari kampung mampu untuk bersaing dengan dunia luar, baik di dalam dan di luar Negeri.

Catatan perjalanan hidup seorang anak kampung Kepala Kali Mburaka ini, mau menegaskan bahwa dengan kemauan dan dedikasi yang tinggi dalam meraih masa depan melalui dunia pendidikan, akan menjadikan kita manusia yang bermartabat. Hal ini sudah dilakukannya, melalui lika-liku perjalanan hidup dan pendidikan yang membawanya keluar dari kampung sampai  bisa bersaing didunia luar. Pesannya, yang dikutip dari Albert Einstein “Cobalah untuk tidak menjadi orang Sukses, melainkan menjadi orang yang berharga”. Maka ia mengajak seluruh orang tua Marind yang berada di kampung-kampung. Mari kita dorong pendidikan  untuk anak-anak kita agar kelak mereka bisa menjadi anak yang berharga bagi kita sebagai orang tua dan Nusa Bangsa serta Agama. Karena mereka (anak-anak) bagaikan kertas putih, dimana setiap gorensan tintan akan menjadikan mereka menjadi sehelai kertas yang berharga.  Sebagaimana Pesan mama tua, Margaretha Erepeibe Moiwend, Yoseph… kalau engkau tidak sekolah dengan baik engkau tidak akan pernah naik Pesawat. Tetapi kalau engkau sekolah dengan baik, engkau akan naik pesawat dan menjadi seorang pemimpin dan orang lain yang akan mengangkat barang-barang mu goresan tinta yang ditulis mama tua, mengantarnya menjadi sebuah kertas yang berharga.

Berita Terkait

Tinggalkan Komentar

Subscribe
Notify of
guest
0 Comments
Inline Feedbacks
View all comments