PB HMI Berharap Otsus Papua Jilid ll Tidak Sekedar Lipstik Politik

Rabu, 11 Agustus 2021 06:14:16 | By UB- 203
Tangkapan layar zoom saat diskusi daring/Net

UPDATEBERITA.ID Jakarta –Pengesahan UU Otsus jilid ll dalam rapat paripurna ke-23 untuk masa persidangan V tahun 2020-2021, mendapat sorotan dari PB HMI Bidang Otonomi Daerah & Pemberdayaan Desa. PB HMI menilai ini merupakan momentum penting untuk pembenahan dan memperkuat semangat persatuan di tengah ancaman separatisme di Papua.

Pelaksanaan Otsus jilid ll secara berkeadilan dan akuntabel menjadi penentu perubahan di Papua.

Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Islam (PB HMI) meminta agar Otsus tidak hanya fokus pada agenda politik kekuasaan. Lebih dari itu, negara harus hadir guna memastikan hak-hak orang asli papua.

PB HMI menaruh harapan besar terhadap gubernur dan bupati di wilayah Papua dan Papua Barat agar lebih bernyali untuk membuat terobosan positif di Papua.

“Sudah puluhan tahun Papua jadi bagian integral dari Indonesia. Tapi sampai sekarang belum juga ada perubahan yang signifikan. Kami berharap, revisi Otsus memiliki dampak yang baik, bukan hanya sekadar lipstik untuk menyenangkan orang Papua.

“Kita ingin warga Papua, khususnya Orang Asli Papua dapat merasakan setiap denyut kebijakan yang dibuat pemerintah,” ungkap Ketua Bidang Otoda dan Pemberdayaan Desa PB HMI, Riyanda Barmawi dalam diskusi daring yang menghadirkan Bupati Merauke, Romanus Mbaraka pada Senin (9/8/2021).

Ia juga menilai penambahan anggaran sebesar 2,25 persen dalam Otsus Jilid ll membuka harapan bagi masa depan Papua. Maka pengawasan harus dapat dilakukan agar anggaran tersebut tidak disalahgunakan.

Kalau Otsus jilid ll disusun sesuai dengan kebutuhan OAP, kelak masyarakat Papua dapat mengorbit seperti cahaya yang terbit dari Timur Indonesia.

Lebih lanjut, Riyanda menegaskan bahwa pemerintah harus menjadikan pendidikan, kesehatan serta ekonomi sebagai isu utama agenda pembangunan Papua. Pembangunan infrastruktur fisik dan sumber manusia hendaknya dijalankan secara bersama-sama, tanpa harus mengutamakan yang satu namun malah mengabaikan yang lain.

Ia mengingatkan, jangan sampai kehadiran Otsus jilid ll, kemudian terhenti sebatas formalitas hukum yang sejatinya itu tidak akan merubah keadaan.

“UU Otsus jilid ll perlu ditimbang pada sisi positif dan negatif, apabila ada pasal yang berpotensi mengamputasi hak-hak masyarakat Papua. Baik itu hak sipil dan politik maupun hak Ekosob. Maka negara wajib meninjau kembali,” terang Riyanda.

Sebagai daerah penghasil sumberdaya alam, sambungnya, sudah semestinya masyarakat Papua merasakan manfaat dari kesejahteraan. Untuk itu sinergitas antara pemerintah daerah dan pusat hendaknya menyasar langsung pada inti persoalan yang selama ini menjadi batu ganjalan dalam menjawab kesejahteraan Papua.

Menurut Riyanda, sudah sepatutnya pemerintah mengurus Papua dengan menekankan pada pemenuhan hak-hak masyarakat setempat, bukan hanya sekadar membicarakan poros politik di Papua demi memperlancar kepentingan tertentu.

Komitmen bernegara harus diwujudkan melalui agenda pembangunan Indonesia sentris yang menekankan pada aspek pemerataan dan keadilan.

Apabila pemerintah sekadar membangun di wilayah basis politik semata, Riyanda khawatir jika nantinya itu akan menumbuh kembangkan gerakan disintegrasi yang dipicu oleh perasaan terpinggirkan dari pembangunan negara bangsa.

“Semua harus diperlakukan sama. Karena sedikit saja gesekan di Papua, besar kemungkinan akan menjadi isu internasional. Kenapa demikian? Karena Papua mempunyai SDA yang melimpah. Inilah yang menjadi rumus umum bagi para kapitalis untuk terus melakukan tekanan dan kontrol di Papua.

Padahal dengan SDA dan anggaran yang dimiliki, mestinya Papua bisa menjadi daerah paling maju di Indonesia,” pungkasnya.

 

Berita Terkait

Tinggalkan Komentar

Subscribe
Notify of
guest
0 Comments
Inline Feedbacks
View all comments